Tales of the Abyss Kisah Pahlawan yang Dihancurkan oleh Takdir

0 0
Read Time:6 Minute, 15 Second

Tales of the Abyss Kisah Pahlawan yang Dihancurkan oleh Takdir

    Dalam dunia video game, Tales of the Abyss tak semua pahlawan berakhir bahagia. Beberapa justru dibentuk oleh penderitaan, dihancurkan oleh kenyataan, lalu bangkit dengan versi baru dari diri mereka. Tales of the Abyss adalah contoh JRPG yang berani memperkenalkan konsep ini dengan cara yang emosional, filosofis, dan menyakitkan. Karakter utamanya, Luke fon Fabre, menjadi simbol dari bagaimana takdir bisa membentuk, merobek, dan membangun kembali identitas seorang pahlawan.

Berbeda dari banyak kisah penyelamatan dunia dengan protagonis sempurna, game ini memperlihatkan perjalanan batin seseorang dari titik terendah, menghadapi pengkhianatan, menyadari jati diri yang semu, hingga akhirnya memilih menjadi pahlawan berdasarkan kehendaknya sendiri—bukan takdir yang ditentukan sebelumnya.


1. Dunia yang Hidup di Bawah Ramalan

Cerita dalam game ini berlangsung di dunia Auldrant, tempat di mana semua kehidupan diatur oleh “Score”—sebuah nubuatan besar yang memprediksi seluruh masa depan dunia, ditulis oleh nabi Yulia Jue melalui kekuatan Fonon ke-7. Dunia ini begitu bergantung pada ramalan hingga segala keputusan, baik politik maupun personal, ditentukan berdasarkan Score.

Di tengah masyarakat seperti ini, seseorang seperti Luke fon Fabre—anak bangsawan yang diyakini memiliki peran besar dalam ramalan—mendapatkan tempat istimewa. Ia dibesarkan dalam kemewahan, namun terisolasi dari dunia luar, dan tidak menyadari bahwa takdirnya jauh lebih kelam dari apa yang ia bayangkan.


2. Luke fon Fabre: Awal yang Menipu

Pada awal permainan, Luke diperkenalkan sebagai sosok egois, kekanak-kanakan, dan tidak menyenangkan. Pemain bahkan dibuat frustrasi dengan sikapnya yang seenaknya. Namun seiring cerita berkembang, perlahan mulai terbuka bahwa Luke bukanlah orang yang ia kira.

Kenyataan paling menyakitkan datang ketika ia mengetahui bahwa dirinya adalah replika—kloning dari seseorang bernama Asch, tokoh yang dulunya dianggap sebagai pahlawan sejati. Ini menghancurkan seluruh keyakinannya, mengguncang eksistensinya, dan membuatnya bertanya: jika aku bukan “asli”, apakah aku layak hidup?

Momen ini menjadi titik balik dalam narasi dan juga perkembangan karakter yang luar biasa. Dari sinilah, kisah pahlawan yang dihancurkan oleh takdir benar-benar dimulai.


3. Identitas yang Direbut Tales of the Abyss

Sebagai replika, Luke menghadapi penolakan dari banyak pihak—termasuk dari Asch, orang yang ia salin. Namun yang paling berat adalah bagaimana ia sendiri kehilangan kepercayaan terhadap siapa dirinya. Game ini mengangkat pertanyaan eksistensial: apakah kita hanya bayangan orang lain, ataukah kita bisa menciptakan nilai sendiri?

Konflik antara Luke dan Asch bukan hanya soal pertarungan fisik, tapi juga pertarungan hak hidup. Asch merasa posisinya telah direbut, sementara Luke bingung mencari tempat di dunia yang sudah menentukan takdirnya melalui Score.

Di sinilah cerita menunjukkan sisi kelam dari menjadi “pahlawan”—seorang yang dijadikan harapan dunia, tetapi tak memiliki keinginan sendiri, dan justru dibentuk oleh sistem.


4. Transformasi Melalui Kesalahan

Setelah sebuah tragedi besar yang melibatkan kehancuran kota Akzeriuth—yang tanpa sengaja dipicu oleh Luke sendiri—ia dihujat oleh dunia, termasuk oleh teman-teman seperjuangannya. Ini menjadi momen krusial yang benar-benar membawanya ke titik terendah.

Namun alih-alih jatuh selamanya, Luke memilih untuk berubah. Ia memotong rambutnya (sebuah simbol kuat dalam budaya Jepang), meminta maaf secara tulus, dan mulai hidup dengan pilihan sendiri. Ia tak lagi mengikuti Score, tak lagi mencari pengakuan dari siapa pun—ia hanya ingin memperbaiki dunia, meski tak diakui siapa-siapa.

Proses ini bukan hanya pertumbuhan karakter, tapi juga bentuk penolakan terhadap takdir. Ia memilih menjadi pahlawan berdasarkan kesadarannya sendiri, bukan karena Score, bukan karena nasib.


5. Pertarungan Melawan Sistem

Luke akhirnya menjadi tokoh kunci dalam perjuangan membebaskan dunia dari Score. Bersama timnya, ia menyadari bahwa ketergantungan umat manusia terhadap ramalan telah menciptakan stagnasi dan penderitaan. Mereka mulai menyuarakan kebebasan, bahwa manusia bisa memilih masa depannya sendiri.

Namun tentu saja, sistem sebesar Score tidak mudah untuk dijatuhkan. Mereka harus menghadapi berbagai pihak yang ingin mempertahankannya demi kekuasaan. Bahkan orang-orang yang dulu mereka hormati, kini menjadi musuh karena perbedaan pandangan.

Di tengah pertempuran fisik dan ideologis ini, Luke berdiri sebagai simbol perubahan—bahwa seseorang, meskipun hanya replika, bisa menjadi pelopor revolusi.


6. Persahabatan yang Diuji Tales of the Abyss

Selama perjalanan, Luke dikelilingi oleh rekan-rekan yang juga mengalami perkembangan karakter luar biasa. Tear, Guy, Jade, Natalia, Anise, dan Ion—semuanya bukan sekadar karakter pendukung. Mereka memiliki konflik, keraguan, dan trauma masing-masing.

Hubungan Luke dengan Tear perlahan berkembang, bukan lewat romansa klise, tetapi lewat kepercayaan yang dibangun kembali dari rasa sakit. Tear awalnya tidak percaya Luke, tetapi akhirnya melihat ketulusan dan perubahan dalam dirinya.

Guy, teman masa kecilnya, ternyata menyimpan dendam terhadap keluarga Luke, namun akhirnya mengampuni demi masa depan bersama. Jade, sang jenderal, memberikan sarkasme tajam tapi juga pelajaran penting tentang tanggung jawab dan penebusan.

Semua ini memperlihatkan bahwa pahlawan tidak berdiri sendiri. Ia dibentuk oleh orang-orang di sekitarnya—dengan luka, konflik, dan pengampunan yang menyertainya.


7. Akhir yang Penuh Tanda Tanya Tales of the Abyss

Menjelang akhir cerita, Luke harus mengorbankan dirinya untuk menyeimbangkan dunia yang hampir hancur. Ia menerima takdir itu bukan sebagai sesuatu yang dipaksakan, tapi sebagai keputusan yang ia buat sendiri—dengan penuh kesadaran.

Ending game ini ambigu. Dalam adegan terakhir, seorang tokoh yang tampak seperti Luke kembali menemui Tear. Namun apakah itu benar-benar Luke atau Asch, atau gabungan dari keduanya? Pertanyaan ini tidak pernah dijawab secara pasti.

Tapi justru dalam ketidakpastian itu, pesan terkuat dari cerita ini muncul: bahwa menjadi pahlawan bukan soal siapa yang asli atau replika, tetapi siapa yang memilih untuk bertanggung jawab terhadap dunia.


8. Pengaruh Cerita terhadap Pemain Tales of the Abyss

Cerita Tales of the Abyss sangat berbeda dari kebanyakan JRPG lainnya yang biasanya memiliki karakter utama yang “ditakdirkan” menjadi penyelamat dunia. Luke adalah contoh bagaimana seseorang bisa menjadi pahlawan melalui proses menyakitkan, bukan warisan atau ramalan.

Game Tales of the Abyss juga berani memperlihatkan kelemahan manusia: keegoisan, kebodohan, rasa takut, dan keputusasaan. Tapi dari semua itu, muncul juga harapan bahwa semua orang bisa berubah, memperbaiki diri, dan menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri.

Cerita seperti ini meninggalkan bekas emosional yang dalam bagi pemain. Bukan hanya karena ceritanya menyentuh, tapi karena ia mencerminkan konflik yang nyata dalam kehidupan: tentang penerimaan, pembuktian diri, dan makna dari keberadaan.


9. Peran Musik dan Visual dalam Menguatkan Nuansa

Musik latar karya Motoi Sakuraba memperkuat emosi dalam setiap adegan. Dari melodi sendu saat konflik batin Luke, hingga orkestrasi megah saat momen heroik, semuanya memperdalam pengalaman pemain dalam mengikuti perjalanan karakter.

Desain visual ala anime, ekspresi wajah karakter, dan cutscene yang disajikan dengan rapi membuat cerita terasa lebih hidup. Visual bukan hanya untuk gaya, tetapi benar-benar menjadi alat pencerita.

anda suka bermain game online coba hokijp168 game online dengan beragam game di dalamnya yang bisa dimaikan.

10. Kisah Pahlawan yang Patah, Tapi Bangkit Tales of the Abyss

Luke fon Fabre bukanlah pahlawan sempurna. Ia dihancurkan oleh takdir—secara harfiah dan emosional. Ia bukan pewaris ramalan. Ia bukan pribadi sejati. Ia adalah hasil eksperimen. Namun justru dari keruntuhan itu, ia menemukan makna baru.

Perjalanannya menjadi lambang bahwa tak perlu menjadi “yang asli” untuk melakukan hal besar. Bahwa pahlawan sejati bukan ditentukan oleh takdir, tapi oleh pilihan sadar dan tekad untuk memperbaiki kesalahan.

Tales of the Abyss bukan hanya game petualangan. Ia adalah kisah tragis, menyakitkan, dan pada akhirnya… membebaskan.

Baca juga : Terjebak dalam Kegelapan Kosmik: Misteri dan Teror di Balik ‘The Alien Cube’

Kesimpulan: Dari Replika Menjadi Pahlawan

Terkadang, seseorang harus kehilangan segalanya untuk tahu siapa dirinya. Tales of the Abyss menyajikan ini dalam bentuk cerita yang menyayat, dengan karakter utama yang harus menghancurkan identitas lamanya demi menemukan kebebasan.

Takdir mungkin menuliskan satu jalur, tapi seperti yang Luke buktikan, manusia bisa menciptakan jalannya sendiri. Dan dalam dunia yang dibatasi oleh ramalan, satu suara perlawanan cukup untuk memulai perubahan.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

More From Author

Misteri dan Teror di Balik 'The Alien Cube'

Terjebak dalam Kegelapan Kosmik: Misteri dan Teror di Balik ‘The Alien Cube’